Skip to main content

Covid-19: Hal Penting Yang Tidak Banyak Diketahui Tentang Lockdown!

Coronavirus Disease (Covid-19) yang sekarang sedang ada di sekitar kita, umum-nya di negara kita tercinta Indonesia telah menjadi sesuatu yang menarik dan cukup menarik perhatian serta menjadi buah pembicaraan saat ini baik dari sisi sosial, ekonomi, lingkungan, kesehatan maupun kebijakan.

Coronavirus Disease (Covid-19) dinyatakan oleh World Health Organisation (WHO) sebagai emergencies SOS terkait pandemic ini atau diharuskan untuk siaga dan waspada. Pandemic yang memakan jumlah korban sebesar 218.740 per 18 Maret 2020 dan kemudian mengalami peningkatan per hari ini, 19 Maret 2020 yaitu menjadi 221.900 kasus di dunia. Dari kasus tersebut, 227 kasus berada di Indonesia dan kurang lebih 19 orang dinyatakan telah tutup usia per 18 Maret 2020 kemudian mengalami peningkatan menjadi 309 kasus per 19 Maret 2020 (Worldometer, 2020). Hal ini yang kemudian membuat pemerintah diwajibkan untuk melakukan berbagai kebijakan agar jumlah kasus yang terjadi dan korban tidak terus meningkat.

Menariknya adalah, faktanya dari berbagai sumber yang kami rangkum, ternyata penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) sangat cepat jika dibandingkan dengan penyebaran virus-virus lainnya. Virus ini awalnya terdeteksi pada 17 November 2019 yang diposting The Guardian Post pada tanggal 13 Maret 2020.

 Penyebaran virus yang berdampak pada seluruh negara di dunia ini menyebabkan beberapa negara seperti China melakukan lockdown atau zero movement yang berarti tidak ada aktifitas di luar rumah, transportasi umum diberhentikan total, dsb.

Apakah kemudian di Indonesia penting untuk diberlakukan lockdown?

 Kasus Coronavirus Disease (Covid-19) di Indonesia ternyata telah mengguncang warga di Indonesia terutama di wilayah-wilayah yang terdapat kasus Covid-19 dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Dalam waktu kurang dari 3 minggu saja, Indonesia sudah memiliki 227 kasus per 18 Maret 2018 dengan tingkat kematian-nya 19 orang yang artinya sebesar 8,37% persentase kematian seseorang di Indonesia akibat virus ini. Angka ini kemudian mengalami peningkatan, per tanggal 19 Maret 2020 terdapat 309 kasus dengan total kematian-nya 25 orang yang artinya sebesar 8,09% angka persentase kematian seseorang. Jika dibandingkan dengan kemarin, angka ini mengalami penurunan namun bukan penurunan yang signifikan. 

Lantas bagaimana hal ini dapat terjadi? Tingkat kematian yang tinggi?
            
            Di Indonesia sendiri, faktornya adalah “hampir seluruh” kegiatan di Indonesia tidak lepas dari kegiatan sosial di masyarakat, banyak pekerjaan yang bergantung pada sektor jasa dan informal seperti: ojek online, go-food, koki restaurant, barista, dsb serta sektor UMKM yang semuanya harus senantiasa berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar.
             
         Apabila kedepannya Indonesia akan di-lockdown, nasib mereka sangat memprihatinkan.. kecuali jika pemerintah sebelum memberlakukan lockdown, pemerintah menyanggupi dan memfasilitasi mereka dengan “uang” seperti hal nya di Australia (untuk pensiunan, low income people, atau kepada si poor) supaya kemudian tidak akan terjadi resesi dan mereka dapat tetap memenuhi kebutuhan konsumsi mereka sehari-hari. Pemerintah di Indonesia tidak tinggal diam, yakni per 15 Maret 2020, telah diterapkan social distancing atau pembatasan sosial (jarak). Namun, apakah hal ini cukup efektif? Hal ini kurang efektif di terapkan di Indonesia, karena pasalnya kebiasaan orang Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial seperti: harus bersalaman ketika bertemu satu sama lain, atau melakukan “tos” ketika bertemu teman dekat. Tidak “afdhol” rasanya kalau tidak melakukan hal semacam itu wkwkwk..
            
             Himbauan yang dilakukan untuk kerja dirumah (Work From Home), sekolah dirumah, ibadah dirumah kurang begitu di dengar padahal yang berbicara adalah pak Presiden RI langsung. Mereka tidak begitu perduli dan beberapa orang masih melakukan aktifitas seperti biasa untuk memenuhi kebutuhan layaknya tidak ada masalah apa-apa.

             Pemerintah kemudian memberikan inisiatif untuk menyediakan pengobatan gratis, bisa kalian baca beritanya disini :

             Kemudian, hal tersebut menjadikan masyarakat melakukan perilaku moral hazard (kegiatan yang kita lakukan malah merugikan orang lain), mereka tetap bekerja, untuk makan. Hal ini terjadi lantas karena pemerintah “masih belum” nge-cover untuk kebutuhan makanan tapi hanya kebutuhan berobatnya saja. Hal ini berarti, kita harus bekerja untuk mendapatkan uang dan jika sakit pemerintah juga yang akan membiayai obatnya. Jadi, semua perilaku ini menyebabkan moral hazard yang nantinya pada jangka yang tidak dapat ditentukan, pasien akan banyak dan pemerintah sendiri yang akan kebingungan memikirkan soal biaya nya.. belum lagi masalah dokter dan perawat yang masih terbatas jumlahnya..

Apa masih perlu diberlakukan lockdown?

           Menurut saya sangat perlu, namun pemerintah akan menghadapi masalah baru sebab IHSG turun menjadi 4.330, turun sebesar 2,83% per 18 Maret 2020 kemudian ke titik 4.099 dan kemungkinan akan terus turun *crying* belum lagi masalah depresiasi (penurunan) Rupiah yang terus menurun dan hamper menyentuh angka 16.000 per 1 US$ per 19 Maret 2020. Bukan tidak mungkin, tidak hanya resesi bahkan akan terjadi stagnasi, yaitu suatu kondisi dimana tingkat pertumbuhan ekonomi yang melambat diikuti dengan kenaikan harga-harga. Menurut saya, seharusnya pemerintah melakukan upaya penutupan pasar saham agar tidak terus-menerus turun bahkan sampai anjlok, dan merubah sistem kurs menjadi tetap (namun hal ini sulit karena kemungkinan akan memperoleh banyak kritikan).
            
           Namun, apabila pemerintah melakukan lockdown, pemerintah harus menjamin bahwa tidak akan ada “PHK” karena kenyataanya kan di Indonesia sendiri, tingkat produktivitas dilihat dari jumlah “absensi”. Kemudian pemerintah selain itu harus menjamin supply barang pokok untuk masyarakatnya supaya harga stabil dan dapat dikonsumsi selama masa lockdown dengan membantu produksi pangan dalam negeri atau paling tidak melakukan impor. Selain itu, fasilitas kesehatan harus ditingkatkan, baik dari sisi pelayanan dan kemudahan administrasi-nya.

Kembali ke lockdown..

 Jika akan diberlakukan lockdown, pemerintah paling tidak menyediakan “pengaman” untuk di lingkungan kelurahan atau per RW agar tidak ada yang benar-benar meninggalkan kediamannya karena di Indonesia orangnya sedikit sulit untuk dibilangin, mentalnya rebel parss dan tidak takut kalau belum di bentak atau kena shock therapy. Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir penyebaran virus ini namun masih banyak terdapat beberapa masalah terutama masalah dibidang “sosial”. Terlebih, upaya ini dilakukan untuk mengembalikan kegiatan sosial yang aman di kemudian hari yang tentunya terbebas dari covid-19. Bagi diri saya pribadi, lockdown bukan sekedar ekonomi dan urusan citra pemerintah.. bagiku lockdown untuk menyelamatkan masyarakat kita yang produktif dimasa yang akan datang ~~

             Jika kalian pernah mendengar tentang wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika ada wabah disuatu tempat kalian berada, maka jangan kalian meninggalkan tempat itu (H.R. Bukhori dan Muslim).

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sarang Laba-laba (Cobweb)

Sarang laba-laba (cobweb) merupakan salah satu penerapan analisa supply-demand untuk menjelaskan mengapa harga beberapa barang pertanian dan peternakan menunjukan fluktuasi tertentu dari musim ke musim. Salah satu sebab dari fluktuasi tersebut adalah adanya reaksi yang “terlambat” dari pihak produsen terhadap harga. Teori cobweb dibagi menjadi 3 kasus : Siklus yang mengarah pada fluktuasi yang jaraknya tetap (continuous fluctuation) Siklus yang mengarah pada titik keseimbangan (convergent fluctuation) Siklus yang mengarah pada eksploitasi harga (divergent fluctuation) Kasus 1 : Siklus yang mengarah pada fluktuasi yang jaraknya tetap Pada kondisi keseimbangan pasar (Qs = Qd), harga tomat sebesar Rp 100.000,- dan jumlah produksi 20 kg. Tetapi karena terjadi ledakan hama jumlah tomat yang ditawarkan di pasar turun menjadi 10 kg (Qt), hal ini mendorong kenaikan harga menjadi Rp 150.000,- (Pt). Ketika harga naik para produsen tomat berusaha menambah jumlah pro

Teori Jean Baptiste Say (1767-1832)

J.B Say berasal dari Prancis. Seperti halnya Ricardo, J.B Say juga berasal dari kalangan pengusaha dan bukan akademis (lihat teori entrepreneur J.B Say dibawah). Jadi, J.B Say ini hobi mengembangkan teori-teori para ekonom sebelumnya dan terlebih lagi keterkaitannya dengan pengembangan teori-teori ini berlangsung pada waktu ia sudah memasuki usia senja, mendekati usia 50 tahun. FYI, J.B Say ini sangat memuja pemikiran-pemikiran nya Smith. Hasil kerjanya dirangkum kemudian kedalam bukunya Traite d’Economie Politique (1903). Apa yang sebenarnya dilakukan J.B Say ini sangat membantu dalam memahami pemikiran-pemikiran Smith dalam bukunya The Wealth of Nations , yang bahasanya relative sulit dicerna oleh orang awam. Nah, kontribusi terbesar apasih yang dilakukan J.B Say? Ternyata, kontribusi terbesar terhadap aliran klasik ialah pandanganya yang mengatakan bahwa setiap penawaran akan menciptakan permintaanya sendiri ( supply creates its own demand ). Pend

Teori Adam Smith : Division of Labour (Pembagian Tenaga Kerja)

Dalam beberapa karya-karyanya, Adam Smith cukup banyak memberikan perhatian pada produktivitas tenaga kerja. Dari hasil pengamatanya yang cukup mendalam, Smith mengambil kesimpulan bahwa produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui pembagian kerja ( division of labour ). Pembagian kerja akan mendorong spesialisasi; orang akan memilih mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. (Deliarnov, 2010. p. 36).   Adanya spesialisasi sejatinya dapat diartikan bahwa setiap orang tidak perlu menghasilkan setiap barang yang dibutuhkan secara sendiri-sendiri. Akan tetapi, hanya menghasilkan satu jenis barang saja. Kelebihan barang atas kebutuhan sendiri itu dipertukarkan (diperdagangkan) dipasar. (Deliarnov, 2010). Untuk lebih menjelaskan pendapat diatas, Smith memberikan contoh dampak pembagian tugas dalam pembuatan peniti. Jika tiap orang melakukan semua jenis pekerjaan sendiri-sendiri (termasuk didalam nya meluruskan kawat, memotongnya, merunc