Sarang laba-laba (cobweb) merupakan salah
satu penerapan analisa supply-demand untuk menjelaskan mengapa harga beberapa
barang pertanian dan peternakan menunjukan fluktuasi tertentu dari musim ke
musim. Salah satu sebab dari fluktuasi tersebut adalah adanya reaksi yang
“terlambat” dari pihak produsen terhadap harga.
Teori cobweb dibagi menjadi 3 kasus :
Siklus yang mengarah pada fluktuasi yang
jaraknya tetap (continuous fluctuation)
Siklus yang mengarah pada titik keseimbangan
(convergent fluctuation)
Siklus yang mengarah pada eksploitasi harga
(divergent fluctuation)
Kasus 1 : Siklus yang mengarah pada fluktuasi
yang jaraknya tetap
Pada kondisi keseimbangan pasar (Qs = Qd),
harga tomat sebesar Rp 100.000,- dan jumlah produksi 20 kg. Tetapi karena terjadi
ledakan hama jumlah tomat yang ditawarkan di pasar turun menjadi 10 kg (Qt),
hal ini mendorong kenaikan harga menjadi Rp 150.000,- (Pt). Ketika harga naik
para produsen tomat berusaha menambah jumlah produksi, hingga pada periode
tertentu jumlah produksi tomat meningkat kembali 25 kg (Qt+1). Meningkatnya
produksi tomat menyebabkan banyaknya tomat yang terdapat di pasar, hal ini
mendorong turunnya harga menjadi Rp 80.000,- (Pt+1). Turunnya harga ini
menyebabkan produsen mengurangi penawaran tomat, begitu seterusnya. Siklus
berputar kembali.
Kasus 2 : Siklus yang mengarah pada titik keseimbangan (convergent fluctuation)
Pada kondisi keseimbangan pasar (Qs = Qd),
harga tomat sebesar Rp 100.000,- (Pt+3) dan jumlah produksi 20 kg (Qt+3).
Kemudian pada waktu tertentu harga naik (misalnya pada saat tahun politik)
menjadi Rp 150.000,- (Pt) maka produsen memperbesar jumlah produksi tetapi
tidak sebesar dalam kasus 1, melainkan hanya sebesar 22 kg (Qt+1). Hal ini
mengakibatkan harga tomat turun Rp 75.000, (Pt+1) tidak sebesar dalam kasus 1.
Penurunan harga ini menyebabkan produsen megurangi jumlah produksinya menjadi
17 kg (Qt+2), demikian seterusnya. Siklus berputar kembali. Perbedaan dari
kasus 1 dan kasus 2 adalah pada kasus 2 kurva penawarannya kurang elastis,
sehingga menyebabkan siklus mendekati harga keseimbangan yang lama Rp 100.000,-.
Kasus 3 : Siklus yang mengarah pada
eksploitasi harga (divergent fluctuation)
Pada kasus 3 ini kurva
penawarannya sangat elastis, sehingga pertambahan jumlah produksi sebagai
akibat dari kenaikan harga relatif besar, hal ini menyebabkan siklus menjurus
pada eksplosi harga.
Pada hakikatnya kita dapat
menyimpulkan bahwa siklus akan menjadi stabil jika angka
elastisitas permintaan sama dengan angka elastisitas penawaran, menyatu
(converge) apabila elastisitas permintaan lebih besar dari elastisitas
penawaran, dan meledak (explode) apabila elastisitas
permintaan kurang kurang dari elastisitas penawaran.
Kasus
1 Ed =
Es (elastisitas permintaan = elastisitas
penawaran)
Kasus
2 Ed >
Es (elastisitas permintaan > elastisitas
penawaran)
Kasus
3 Ed <
Es (elastisitas permintaan < elastisitas
penawaran)
Jadi inti dari materi diatas itu apa?
Teori cobweb ini biasanya
terjadi pada para petani di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Misalnya
ketika harga tomat naik para petani bertekat untuk meningkatkan jumlah produksi
dengan harapan harga akan terus naik, dan mereka akan mendapatkan keuntungan
yang banyak. Akhirnya para petani desa berlomba-lomba menanam tomat. Namun
ketika panen serentak ternyata harga tomat jatuh, karena jumlah tomat yang
beredar di pasar terlalu banyak. Akhirnya semua petani mengalami rugi dan tidak
ada lagi petani yang mau menanam tomat pada musim berikutnya. Hal ini akan
menyebabkan harga tomat pada musim berikutnya naik tinggi sekali karena jumlah
yang ditawarkan di pasar sedikit.
Referensi :
1. Boediono. 2014. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE
Comments
Post a Comment
Komentar seputar pembelajaran sangat di hargai asal tidak mengandung unsur kekerasan.