Skip to main content

Distorsi Nilai Awali Kehancuran Generasi Millennial Dalam Berekonomi


Pada dasarnya, tiap-tiap manusia dalam melakukan seluruh kegiatannya dipengaruhi oleh nilai yang dianutnya. Nilai disini berarti sesuatu yang ia pegang teguh, yang ia jadikan semacam arah (pedoman) di dalam menjalani setiap kegiatan yang dilakukannya. Nilai yang dianut oleh setiap orang tentunya berbeda-beda, sebab hal ini menyangkut kepada presentase terbesar dari tiga variabel yang dapat mempengaruhi nilai tersebut. Ya, nilai itu dapat dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu; 1. Agama, 2. Tradisi, 3. Others (not religion, not tradition).

Bisa dilihat dari panah-panah diatas, kira-kira begitulah siklusnya. Ada nilai yang mempengaruhi setiap aktivitas manusia. Dari mulai aktivitas ekonomi, sosial, hukum, agama, hingga budaya. Terlihat disana, semua aktivitas diliputi warna abu-abu, lantas mengapa hanya agama yang warnanya berbeda?
          
         Dewasa ini, semua orang tergila-gila dengan arus globalisasi, terutama generasi muda, atau biasa disebut juga dengan Generasi Millenial. Mulai dari kemajuan teknologi hingga lifestyle kebarat-baratan digandrungi mati-matian. Hal ini tentu akan mengubah besaran presentase pengaruh yang diberikan oleh variabel agama dan variabel tradisi terhadap nilai yang mereka anut. Yups, tiap-tiap variabel itu mempunyai besaran presentase, tergantung pada variabel dominan yang setiap individu generasi muda gemari. Dengan massive-nya laju globalisasi yang ikut turut efek westernisasi, dosen Islamic Economics-nya admin, Pak Djaka Badrayana, berani memberikan presentase untuk tiap-tiap variabel yang mempengaruhi nilai yang dianut oleh Generasi Millenial sekarang ini. Ada 30% untuk variabel agama, 10% untuk variabel tradisi, dan 60% untuk variabel others.
            
            Bukan tanpa alasan dalam memberikan presentase, beliau mengatakan memang keadaan real-nya seperti itu. Agama hanya diterapkan ketika ibadah oleh kebanyakan orang, itupun dengan pengetahuan agama yang terbatas. Tradisi sendiri jarang diajari oleh orang tua, sehingga banyak dari generasi muda tidak cinta dan ini menyebabkan nilai yang dianutnya sangat sedikit sekali unsur variabel tradisi. Variabel others inilah yang kemudian masuk membenalu pada globalisasi. Benalu ini disukai dan bahkan dibanggakan oleh para Generasi Millenial sehingga menjadikan nilai yang dianut oleh kebanyakan mereka adalah sebenarnya benalu dari laju globalisasi.
            
       Sedari awal telah ditekankan bahwasanya setiap nilai yang dianut oleh setiap orang pasti mempengaruhi apa yang ia lakukan di kegiatannya. Tentu nilai yang dimaksud itu akan berpengaruh pada kebiasaannya. Dari mulai ber-ekonomi, ber-sosial, mengikuti peraturan yang ada (hukum), ber-agama, serta ber-budaya. Disini admin hanya akan membahas dari sisi ber-ekonomi aja ya.. *karena ini web tentang ekonomi* Eh bukaan, maksudnya admin anggap kalian pasti udah paham lah tentang hal-hal lain itu yang diluar ekonomi hehehe. Lanjut disimak ya!
            
         Jadi begini, pengaruh yang dibawa oleh nilai yang dianut para generasi millennial itu akan berdampak pada kebiasaan (habit) mereka dalam ber-ekonomi. Dengan variabel others yang dominan di titik ini, maka akan menyebabkan habit mereka jauh dari nilai-nilai tradisi maupun agama. Yang terjadi, short-run nya akan mempengaruhi pola konsumsi mereka. Seperti pembelian barang-barang branded biar dikata anak gaul kaya youngxxx *sorry sensor. Prestige yang mereka buru guna mendapatkan rasa hormat dikalangan yang “setipe” dengannya, padahal disisi lain banyak dari mereka belum memiliki penghasilan. Menyedihkan..
            
        So what’s the long-run? Long-run nya ya kurang lebih mereka bisa jadi “perampok” buat mengisi nafsu buas mereka dalam berekonomi. Jika telah mendarah daging, yang namanya habit pasti udah susah banget buat diubah. Ingat selalu Young Economics, dalam Islam, kita (bagi yang menganutnya) dianjurkan untuk berekonomi sewajarnya. Wajar dalam arti, tidak pelit juga tidak boros. Kemudian Islam juga menganjurkan untuk menghindari riba, atau yang sering di dengar yaitu bunga. Yups, dengan dominannya variabel others menyebabkan masuknya pengetahuan-pengetahuan ekonomi diluar variabel agama yang semestinya pegang teguh sama kita, muslimin/at. Sehingga ini berhasil me-mindset-kan pikiran kita untuk berfikir bahwa bunga itu adalah hal yang biasa dalam ekonomi.
            
            "You have a control to make yourself. Be smart-independent of being Millenial Generations!"


Goodluck,
Killjoys99

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sarang Laba-laba (Cobweb)

Sarang laba-laba (cobweb) merupakan salah satu penerapan analisa supply-demand untuk menjelaskan mengapa harga beberapa barang pertanian dan peternakan menunjukan fluktuasi tertentu dari musim ke musim. Salah satu sebab dari fluktuasi tersebut adalah adanya reaksi yang “terlambat” dari pihak produsen terhadap harga. Teori cobweb dibagi menjadi 3 kasus : Siklus yang mengarah pada fluktuasi yang jaraknya tetap (continuous fluctuation) Siklus yang mengarah pada titik keseimbangan (convergent fluctuation) Siklus yang mengarah pada eksploitasi harga (divergent fluctuation) Kasus 1 : Siklus yang mengarah pada fluktuasi yang jaraknya tetap Pada kondisi keseimbangan pasar (Qs = Qd), harga tomat sebesar Rp 100.000,- dan jumlah produksi 20 kg. Tetapi karena terjadi ledakan hama jumlah tomat yang ditawarkan di pasar turun menjadi 10 kg (Qt), hal ini mendorong kenaikan harga menjadi Rp 150.000,- (Pt). Ketika harga naik para produsen tomat berusaha menambah jumlah pro...

Teori Jean Baptiste Say (1767-1832)

J.B Say berasal dari Prancis. Seperti halnya Ricardo, J.B Say juga berasal dari kalangan pengusaha dan bukan akademis (lihat teori entrepreneur J.B Say dibawah). Jadi, J.B Say ini hobi mengembangkan teori-teori para ekonom sebelumnya dan terlebih lagi keterkaitannya dengan pengembangan teori-teori ini berlangsung pada waktu ia sudah memasuki usia senja, mendekati usia 50 tahun. FYI, J.B Say ini sangat memuja pemikiran-pemikiran nya Smith. Hasil kerjanya dirangkum kemudian kedalam bukunya Traite d’Economie Politique (1903). Apa yang sebenarnya dilakukan J.B Say ini sangat membantu dalam memahami pemikiran-pemikiran Smith dalam bukunya The Wealth of Nations , yang bahasanya relative sulit dicerna oleh orang awam. Nah, kontribusi terbesar apasih yang dilakukan J.B Say? Ternyata, kontribusi terbesar terhadap aliran klasik ialah pandanganya yang mengatakan bahwa setiap penawaran akan menciptakan permintaanya sendiri ( supply creates its own demand ). Pend...

Teori Adam Smith : Division of Labour (Pembagian Tenaga Kerja)

Dalam beberapa karya-karyanya, Adam Smith cukup banyak memberikan perhatian pada produktivitas tenaga kerja. Dari hasil pengamatanya yang cukup mendalam, Smith mengambil kesimpulan bahwa produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui pembagian kerja ( division of labour ). Pembagian kerja akan mendorong spesialisasi; orang akan memilih mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. (Deliarnov, 2010. p. 36).   Adanya spesialisasi sejatinya dapat diartikan bahwa setiap orang tidak perlu menghasilkan setiap barang yang dibutuhkan secara sendiri-sendiri. Akan tetapi, hanya menghasilkan satu jenis barang saja. Kelebihan barang atas kebutuhan sendiri itu dipertukarkan (diperdagangkan) dipasar. (Deliarnov, 2010). Untuk lebih menjelaskan pendapat diatas, Smith memberikan contoh dampak pembagian tugas dalam pembuatan peniti. Jika tiap orang melakukan semua jenis pekerjaan sendiri-sendiri (termasuk didalam nya meluruskan kawat, memotongnya, me...