*CAUTION Young Economists.
Pembahasan ini memerlukan konsentrasi tinggi. Apabila ada yang sulit dipahami,
silahkan ditanggapi di komentar*
Pertama sebelum kita masuk ke
pembahasan, kita perlu tahu bahwasanya terdapat perbedaan bahasa antara politik
dengan despotik. Politik itu merupakan media yang mengantarkan seseorang
ataupun sekelompok golongan kepada tujuan bersama yang baik. Sedangkan despotik
adalah kebalikannya, berarti pembangkangan akan adanya tujuan bersama dengan
keluar menuju tujuan yang hanya di inginkan oleh pihak tertentu.
Jadi sebenarnya yang kita bahas
disini mungkin adalah perilaku despotikus ya? Hahaha yaudah ngga masalah, disini kita
asumsikan saja si despotikus ini adalah politikus.
Dalam politik, semua keputusan
bergantung pada KEPENTINGAN. Menurut analogi Machiavelli hanya ada 2 pilihan
jika ingin menjadi seorang pemimpin, yaitu dipuji atau dicaci. Lebih baik
dipuji dengan posisi mengambil uang rakyat untuk melanggengkan kepentingan yang
ada, atau dicaci karena galak ke semua orang karena bermaksud untuk tidak
membeda-bedakan golongan tertentu tapi anda tidak mengambil uang rakyat?
(Machiavelli 1469-1527)
Korelasinya dengan tindak-tanduk
ekonomi apa? Mari kita kembali kepada masa kejayaan kristen zaman dahulu,
dimana masa itu hancur karena jemaatnya diminta uang oleh pengurus gereja guna
melaksanakan tujuannya yakni untuk mensucikan kembali dosanya dengan hanya naik
ke anak tangga hingga ke bagian yang paling atas. Analisisnya apa? Semua
politikus ingin melaksanakan tujuannya, ia ingin naik ke bagian yang paling
atas. Bila hanya uang, ini hanyalah bagian kecil dari kehidupannya.
Tapi kiranya ekonomi dan politik
dipengaruhi oleh pengertian kemanusiaan. Bagaimana manusia memahami manusia?
Bagaimana ia berhubungan dngan masyarakat? Dan nilai apa yang mendasarinya?
Coba untuk mundur lebih jauh, ke zaman para filsuf yang memberikan pondasi
tentang kemanusiaan dan kudeta besar-besaran di abad pencerahan (renaisance)
yang membuat manusia di definisikan sebagai sentrum peradaban. Lebih spesifik,
Des Cartes melihat cogito (berpikir) lebih istimewa dari sum. Artinya manusia
memahami dirinya sebagai makhluk berpikir, ia menggunakan logos dalam
bermasyarakat, tepatnya nilai kalkulasi menjadi kewajiban dalam bertindak.
Alhasil individu selalu bertanya, "apakah untungnya aku jika
bekerjasama?" hal ini mendasari sistem ekonomi dan kemudian politik. Dalam
ekonomi, kita memaknai segalanya dari nilai guna dan politik mendasari
keputusannya dengan kepentingan. Jadi wajar apabila pemaknaan kemanusiaan kita
seperti itu maka fenomenanya adalah apa yang terjadi sekarang.
(reka adegan pembelian indulgensi)
Ibaratkan kembali pada sejarah
masa kejayaan kristen. Untuk menghapus dosa yang mustahil saja seseorang rela
melakukan apa yang diminta oleh stakeholder, apalagi hanya untuk menaiki dan
mempertahankan jabatan yang kedudukannya jauh dibawah penebusan dosa (tidak
mustahil). Pasti lebih MENGGILA usaha yang ditempuh untuk merealisasikannya.
"Pada dasarnya, ilmu politik
adalah ilmu yang aesthetic. Baik dari segi teoritik maupun praktik. Namun
bahaya jika ilmu ini di amalkan oleh orang-orang yang munafik."
Sumber:
S (Mahasiswi Ilmu Politik); Google Images
Killjoys99
Comments
Post a Comment
Komentar seputar pembelajaran sangat di hargai asal tidak mengandung unsur kekerasan.