Coronavirus Disease (Covid-19) yang sekarang sedang ada di sekitar kita, umum-nya di negara kita tercinta Indonesia telah menjadi sesuatu yang menarik dan cukup menarik perhatian serta menjadi buah pembicaraan saat ini baik dari sisi sosial, ekonomi, lingkungan, kesehatan maupun kebijakan. Coronavirus Disease (Covid-19) dinyatakan oleh World Health Organisation (WHO) sebagai emergencies SOS terkait pandemic ini atau diharuskan untuk siaga dan waspada. Pandemic yang memakan jumlah korban sebesar 218.740 per 18 Maret 2020 dan kemudian mengalami peningkatan per hari ini, 19 Maret 2020 yaitu menjadi 221.900 kasus di dunia. Dari kasus tersebut, 227 kasus berada di Indonesia dan kurang lebih 19 orang dinyatakan telah tutup usia per 18 Maret 2020 kemudian mengalami peningkatan menjadi 309 kasus per 19 Maret 2020 (Worldometer, 2020). Hal ini yang kemudian membuat pemerintah diwajibkan untuk melakukan berbagai kebijakan agar jumlah kasus yang terjadi dan korban tidak terus meningkat.
Sebelumnya, tulisan ini gue buat karena gue sempet liat thread di salah satu aplikasi tanya-jawab yang lumayan populer digunakan banyak orang di seluruh dunia dari beragam background pada zamannya bahkan sampai saat ini pun aplikasinya masih lumayan populer. Judul thread itu “ If Indonesia is more developed than Bangladesh, then why is Indonesia’s currency lower than Bangladesh (1 BDT = 169.41 IDR)” ? Banyak orang-orang diluar orang Indonesia ( foreign ) yang bilang kalo sistem nilai mata uang di Indonesia itu sedikit membingungkan. Pasalnya, yang kita semua tahu dalam nominal Rupiah itu ,000- nya terlalu banyak, bukan? Makanya waktu itu Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan RI once berencana untuk meng- cut 3 digit nol dibelakang setiap nominal Rupiah. Misal: yang awalnya Rp. 1.000,00 jadi Rp. 1, Rp. 50.000,00 jadi cuma Rp. 50, dst. Kalau memang beneran kabar redenominasi ini kemudian dijalankan, berarti Rp. 1 (yang tadinya Rp. 1.000) merupakan nilai nominal Ru